LAWAN ISLAMOFOBIA DENGAN ISLAM CERIA


Oleh : Ayopri Al Jufri*

Akhir-akhir ini jagad maya muncul berita kontroversi lagi tentang Islamofobia, tentu fenomena itu jadi keprihatinan bersama, mengingat isyu-isyu berbau sara saat ini sudah tidak relevan lagi.

Berita tentang Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Budi Santoso Purwortiko. Prof Budi Santoso menjadi kontroversial di sosial media usai tulisanya mengandung diskriminasi suku, ras, agama, antargolongan (SARA). ia menyindir bahwa yang memakai hijab merupakan ‘manusia gurun’. Tulisan Prof Budi Santoso yang dianggap rasis, LPDP akan mengevaluasi pewawancara beasiswa untuk tidak ada terjadinya lagi rasis. (Warta Ekonomi,co.id. 2/3/2022)

Kilas balik Islamofobia, Setidaknya pasca tragedi 11 September 2021, menara kembar World Trade Center (WTC) di New York City Amerika serikat, mengakibatkan dampat psikologis yang luar biasa bagi kalangan non muslim, tentu dampak itu atas pemberitaan media yang begitu menyudutkan dunia Islam, sehingga ada penyakit Islamofobia.

Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Istilah ini sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa Serangan 11 September 2001. Pada tahun 1997, Runnymede Trust dari Inggris mendefinisikan islamofobia sebagai "rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan oleh karena itu juga pada semua Muslim," dinyatakan bahwa hal tersebut juga merujuk pada praktik diskriminasi terhadap Muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, dan masyarakat serta kebangsaan. Di dalamnya juga ada persepsi bahwa Islam tidak mempunyai norma sosial yang sesuai dengan budaya lain, lebih rendah dibanding budaya Barat dan lebih berupa ideologi politik yang bengis daripada berupa suatu agama. Langkah-langkah telah diambil untuk peresmian istilah ini dalam bulan Januari 2001 di Stockholm International Forum on Combating Intolerance. Di sana islamofobia dikenal sebagai bentuk intoleransi keberagamaan seperti xenofobia dan antisemitisme.

Berbagai sumber telah mensugestikan adanya kecenderungan peningkatan dalam islamofobia, sebagian diakibatkan serangan 11 September 2001. Sementara yang lainnya berhubungan dengan semakin banyaknya Muslim di dunia Barat. Pada bulan Mei 2002, European Monitoring Centre on Racism and Xenophobia (EUMC) mengeluarkan laporan berjudul "Summary report on Islamophobia in the EU after 11 September 2001", yang menggambarkan peningkatan islamofobia di Eropa setelah tanggal 11 September.

Para penyanggah mengkritik konsep itu, diduga ada penyalahgunaan saat menggali kritik terhadap Islam yang sah, dan menyebutnya sebagai "mitos". Penulis novel bernama Salman Rushdie dan teman-temannya menandatangani manifesto berjudul "Together facing the new totalitarianism" di bulan Maret 2006 menyebut islamofobia adalah "konsep buruk yang mencampurkan kritik terhadap Islam sebagai agama dengan stigmatisasi terhadap para penganutnya."

Seiring waktu berjalan 21 Tahun ini, dampak psikologis itu sudah bisa dianggap sirna, karena semakin banyaknya teroris yang mengatasnamakan islam ditangkap, dan klarifikasi dari semua kalangan islam juga bukti nyata kampanye perdamaian oleh kalangan Muslim, maka Islamofobia hanya sebagai arsip jurnalistik saja. 

Islamofobia sangat terasa bagi penulis, ketika penulis masih kuliyah di STAIN (UIN KHAS) Jember, sekitar tahun 2009 yang lalu penulis pernah mengikuti Study Banding di Universitas Udayana Bali, dimana pada waktu itu masih belum sirna dalam benak warga Bali tentang kedua Tragedi Bom Bali yaitu Oktober 2002 dan Oktober 2005, hal itu terbukti ketika bus Kampus yang bertuliskan "Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jember" Terpampang nyata di badan Bus berwarna hijau tersebut, peristiwa itu ketika lewat tepat depan tugu Bom Bali di Denpasar, ketika itu para turis dan warga Bali melihat dengan serius kepada Bus yang kami tumpangi, tidak lain karena ada Tulisan "Islam", perjalanan Bus yang kami tumpangi betul-betul diperhatikan, kami merasa seperti Teroris yang ditakuti. Sungguh Islamofobia itu sangat merugikan atas eksistensi umat muslim, kemana-mana selalu dicurigai. 

Puluhan tahun telah berlalu, kita saatnya Islam Ceria, penulis sangat terkesan betul ketika almarhum Gusdur Masih hidup, beliau selalu menampilkan Islam yang ceria, penuh Humor, dalam sebuah kesempatan diskusi khusus yang diselenggarakan Radio 68H Jakarta bertajuk Kongkow Bareng Gus Dur pada Sabtu pagi, 23 Juni 2007 bertema "Islam dan Humor".

Dalam diskusi itu tak ada pembicaraan masalah-masalah aktual yang sedang berkembang di Indonesia. Yang ada adalah jok-jok Gus Dur yang begitu unik dan menggigit. Tak ayal, gelak tawa pendengar pun berhamburan tiada henti-henti, sepanjang acara berlangsung. Karena itu tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa humor ala Gus Dur memang tiada tanding.

Intinya menurut Gusdur "Ber-islam jangan terlalu serius, yang serius itu ajarannya" kita manusia ya biasa-biasa saja, boleh humor juga, seperti ketika Nabi Muhammad SAW pernah bercanda dengan nenek-nenek yang bertanya bawa di Surga tidak ada nenek-nenek, yang ada semua perawan cantik. Artinya kita manusia juga membutuhkan sebuah hiburan untuk menyegarkan otak dengan humor, jangan terlalu serius. 

Wajah seram dibanding dengan wajah humor lebih disenangi, maka dari itu wajah islam ke depan harus bisa memanusiakan manusia, tentu atas peran Umat Muslim yang mengikutinya, karena wajah islam dapat terpresentasi oleh perbuatan Penganutnya, jika kita umat muslim berperilaku baik orang akan berprasangka islam itu baik, jika penganutnya penuh ceria keakraban, orang akan akrab dengan islam, penjelasan itu akan terjawab sendiri dengan apa yang umat muslim perbuat ditengah manusia secara umum.

Secara Yuridis Islamofobia dapat dikategorikan melanggar SARA (Suka Ras dan Agama), Hadirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis ini dinyatakan bahwa diskriminasi dan etnis adalah segala bentuk perbedaan, pengecualian, pembatasan atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesejajaran di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya

Salam ceria, Berislam Itu indah dan penuh ceria, islam itu tidak menakutkan tapi ngangenin, sungguh begitu broo, benar kan gaes? 

*Profil Penulis : Alumni STAIN (UIN KHAS) Jember, sekarang aktif sebagai Konsultan Hukum di Lembaga Bantuan Hukum Adikara Pancasila Indonesia (LBH API) dan Firma Hukum DRH & Partners, juga sebagai Biro Hukum Media berita Online Nasional Zona Post Indonesia.

Layanan Konsultasi Hukum : 0852-58500299


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANFAAT POSITIF SEBUAH PERUSAHAAN MENGGUNAKAN JASA PENGACARA (Legal Corporate atau Corporate Lawyer)

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM SUDUT PANDANG AGAMA-AGAMA DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

ALAT BUKTI KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BERDASAR KUTIPAN BUKU LETTER C