KORBAN MEMBUNUH BEGAL SIAPA YANG SALAH?

 


Oleh : Ayopri Al Jufri*

Kejahatan akan menimpa siapa saja, dimanapun dan kapanpun, terutama di daerah rawan tindakan kriminal, seperti jalan yang cukup sepi, jauh dari perkampungan, atau jalan daerah yang dikuasi oleh kelompok orang jahat, kejahatan di jalan bisa berbentuk Rampok dan Begal, namun kadang kejahatan ditempat ramai seperti Copet, Hipnotis / Gendam. Apapun itu bentuknya kejahatan sangat merugikan orang lain, kejahatan timbul bukan hanya ada niat pelaku tapi ada kesempatan menurut Bang Napi, jadi waspadalah waspadalah. 

Baru-baru ini ada kasus pembunuhan begal oleh orang yang dianggap itu korban, namun pelaku pembunuhan si korban begal justru dijadikan tersangka oleh pihak Kepolisian, maka timbul pertanyaan besar dibenak masyarakat, siapakah yang salah, Begal apa korban? Karena selaku korban membela diri lalu mampu mengalahkan begal sehingga mengakibatkan kematian terhadap si begal apakah juga termasuk melanggar hukum? Untuk menjawab itu perlu kami jabarkan pandangan hukum Pidana, dan analisa pada kasus yang sama sehingga korban (pembunuh begal) dibatalkan sebagai status tersangkanya. 

KRONOLOGI PERTAMA kami kutip dari berita online Detik.com 13 April 2022 : 

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah nasib yang dialami M alias AS (34), seorang pria di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). AS kini justru harus meringkuk di dalam penjara gegara ia melakukan perlawanan terhadap 4 pria yang berusaha membegalnya.

AS ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan setelah dua orang pelaku begal itu diketahui tewas di tangannya. Ironisnya, dua pelaku begal lain yang melarikan diri saat melihat dua kawannya tersungkur, justru menjadi saksi atas kasus pembunuhan tersebut.

AS, warga Desa Ganti, Praya Timur, Lombok Tengah, itu sedang dalam perjalanan menuju Lombok Timur saat empat orang begal menghadangnya di jalan. Keempat pelaku masing masing berinisial P, OWP, W, dan H.

"Peristiwa itu berawal saat korban percobaan pencurian M alias AS, akan menuju Lombok Timur. Ketika tiba di TKP, AS dihadang oleh empat orang pelaku yaitu P dan OWP, bersama dua rekannya yaitu W dan H," ungkap Wakapolres Lombok Tengah Kompol Ketut Tamiana.

Ketika keempat pelaku akan mengambil sepeda motor miliknya, AS berusaha melakukan perlawanan dengan senjata tajam yang dibawanya. Pelaku begal, P dan OW yang juga membawa senjata tajam, tewas di tangan AS.

"Sedangkan kedua pelaku yaitu W dan H melarikan diri ketika melihat dua temannya tersungkur," jelas Tamiana.

W dan H akhirnya ditangkap polisi dan ditetapkan menjadi tersangka kasus pencurian. Di sisi lain, W dan H juga menjadi saksi atas kasus pembunuhan yang menjerat AS.

"Saat ini ketiga pelaku, baik pelaku pembunuhan maupun pelaku percobaan pencurian masih kita lakukan pemeriksaan lebih lanjut," ujar dia.

Direktur Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Hari Brata mengatakan, kepolisian telah mendengarkan kesaksian dua pelaku begal atas nama W dan H.

"Karena korban ini membawa senjata tajam, makanya dia membela diri. Bukan menggunakan senjata tajam milik pelaku begal. Tapi dia membawa senjata tajam sendiri," Hari menambahkan.

"Kenapa kita bisa tahu dia membela diri menjadi korban begal, itu berdasarkan pengakuan dari pelaku atau saksi rekan kedua korban meninggal. Jadi dua orang ini peranannya mengikuti dan membuntuti tersangka yang akan dibegal dari arah belakang," terang Hari.

AS sendiri diketahui sudah membuat laporan polisi terkait pembegalan telah dialaminya.

"Proses dua-duanya tetap jalan. Masalah dia nanti dikategorikan membela diri, itu nanti putusannya ada di pengadilan," kata Hari Brata.

Meski telah membuat laporan sebagai korban begal, Hari Brata mengaku pihaknya tetap memproses kasus perbuatan yang menghilangkan nyawa orang lain.

"Proses dia menghilangkan nyawa orang lain itu tetap kita proses. Walaupun ada upaya membela diri tadi, tapi yang menilai itu saya tegaskan adalah pengadilan, hakim yang memutuskan," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula dari penemuan mayat dua pria bersimbah darah di Lombok Tengah Senin (11/4/2022) dinihari. Belakangan diketahui bahwa kedua pria adalah pelaku begal yang dibunuh oleh calon korbannya.

KRONOLOGI KEDUA dikutip dari Tribunjabar.id 31 Mei 2018 :

Kasus ini bermula ketika Irfan menjadi korban pembegalan di Jembatan Summarecon, Bekasi, Rabu (23/7/2018) sekitar pukul 01.00 WIB.

Kala itu, ia bersama sepupuhnya, Achmad Rafiki (AR), hendak berfoto-foto di jembatan itu.

Tiba-tiba, keduanya didatangi dua orang yang diduga pembegal Aric Saipulloh (18) dan Indra Yulianto.

Sambil mengacungkan celurit, dua pembegal itu meminta ponsel dari Achmad Rafiki dan Irfan Bahri.

Irfan Bahri melawan sehingga mampu merebut senjata dari Aric Saipulloh.

Ia memakai senjata itu untuk menyerang balik Aric Saipulloh dan Indra Yulianto.

Akibatnya, dilansir Warta Kota, Irfan Bahri mengalami 6 luka bacokan di punggung, tangan, pelipis, dan paha.

Sepupunya, Achmad Rafiki terkena satu bacokan di punggung.

Pelaku begal, Aric Saipulloh tewas seusai mendapat perawatan di RS Anna Media.

Indra Yulianto masih dirawat di RS Polri Kramat Jati karena mengalami luka bacokan di bagian kepala dan punggung. 

Muhamad Irfan Bahri (19) sebenarnya hanya sedang berlibur di Bekasi.

Ia adalah santri dari Pondok Pesantren Darul Ulum Bandungan, Kabaputen Pamekasan, Madura.

Irfan mampu melawan dua pembegal itu karena punya bekal bela diri dari Pondok Pesantren.

Begitulah kisah Muhamad Irfan Bahri (19) dalam satu pekan terakhir.

Ia sempat menjadi pahlawan lalu berbalik ke titik nol karena dijadi tersangka lalu kembali diangkat sebagai pahlawan.

Irfan Bahri dielukkan karena mampu melawan pelaku perampokan alias begal tengah pekan lalu.

Ia sempat korban pembegalan di Jembatan Summarecon, Bekasi, Rabu (23/7/2018) sekitar pukul 01.00 WIB.

Berbekal ilmu bela diri dari pesantren, Irfan Bahri sanggup melawan dan membuat dua pelaku begal tak berdaya.

Bahkan, satu di antara dua pelaku begal itu tewas setelah sempat dirawat di rumah sakit.

Awal pekan ini, tepatnya pada Senin (28/5/2018), Irfan Bahri malah mendapat kabar tak enak.

Polisi menetapkannya sebagai tersangka karena perlawanannya mengakibatkan orang lain meninggal.

Penetapan status tersebut diucapkan Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota, AKBP Jairus Saragih, Senin (28/5/2018).

"MIB kita tetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap Aric Saipulloh meski secara keterangan MIB mengaku membela diri dari serangan begal," katanya di Bekasi seperti dikutip dari Warta Kota.

Irfan Bahri dijerat pasal 351 ayat 3 KUHP tentang hilangnya nyawa seseorang.

"Kami melibatkan dua tim ahli dari kalangan akademisi. Kami minta masukan apakah perbuatan MIB bisa dikatakan sebagai bela diri atau tidak," katanya.

Hanya sehari berselang, status Irfan Bahri "diturunkan" jadi saksi.

Perubahan status itu tak dikaitkan dengan pendapat ahli tapi dianggap sebagai "salah pemberitaan".

"Saya ingin meluruskan beberapa pemberitaan yang salah untuk MIB, statusnya masih sebagai saksi," kata Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Indarto, Selasa (29/5/2018), dikutip dari Tribun Jakarta.

Menurut dia, ada dua kasus dalam perkara itu. Pertama, kasus perampokan atau begal. Indra Yulianto sebagai tersangka.

Kedua, kasus dugaan penganiayaan yang oleh Irfan Bahri yang berujung tewasnya Aric Saipulloh. Irfan Bahri menjadi saksi.

Achmad Rafiki dan Mohamad Irfan Bahri berpose dengan piagam penghargaan yang diterimanya di Lapangan Mapolres Metro Bekasi Kota, Bekasi, Kamis (31/5/2018). 

Irfan Bahri dielukkan karena mampu melawan pelaku perampokan alias begal tengah pekan lalu.

Kabar melegakan Irfan Bahri datang pada Kamis (31/5/2018). Ia dianggap sebagai pahlawan dan mendapat penghargaan.

Penghargaan itu tak dia diterima sendirian melainkan bersama sepupunya, Achmad Rafiki.

Achmad Rafiki bersama Irfan Bahri adalah korban begal dalam peristiwa pekan lalu.

Dilansir Kompas.com, keduanya diangkat jadi warga kehormatan Polres Metro Bekasi Kota.

"Ini dilakukan untuk memberikan apresiasi atas keberanian dan kemampuannya melawan kejahatan. Kejahatan yang dilawan bukan main-main, ini perampokan," kata Indarto di Lapangan Mapolres Metro Bekasi Kota, Kamis (31/5/2018).

Sang Kapolres berharap Irfan Bahri dan Achmad Rafiki menjadi

inspirasi bagi warga Bekasi juga polisi untuk berani melawan tindak kejahatan.

Selanjutnya, Irfan Bahri dan Achmad Rafiki bakal diundang ke beberapa acara Mapolres Metro Bekasi Kota.

Belajar dari dua kronologi kasus diatas, kita bisa membedakan, bahwa yang satu membela diri karena membawa senjata tajam sendiri, dan yang satunya membela diri dengan bekal kemampuan seni bela diri, akan tetapi itu bukan sebuah materi yang perlu kita dalami, untuk pendalaman motif dan materilnya itu ranah kepolisian, kita masyarakat umum perlu tahu aturan hukum yang ada, karena dalam hukum berbunyi barang siap menghilangkan nyawa seseorang maka dapat dihukum.

Pasal yang sempat disangkakan kepada Irfan 351 ayat 3 berbunyi (3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. 

Sudut akademis Hukum perlu tahu tentang unsur-unsur pembunuhan serta sangsinya.

Definisi Pembunuhan

Kata pembunuhan yang berasal dari kata dasar “ bunuh diri” yang mendapatan pe- dan akhiran – an yang mengandung makna mematikan, menghapuskan (mencoret) awal tulisan, api dan atau membinasakan tumbuh-tumbuhan.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kata “membunuh” artinya membuat mati, menghilangkan nyawa, sedangkan pembunuhan membunuh membunuh, perbuatan atau hal membunuh”. 

Dalam peristiwa pembunuhan minimal ada 2 (dua) orang yang terlibat, orang yang sengaja mematikan atau menghilangkan nyawa disebut pembunuh ( pelaku ), sedangkan orang yang dimatikan atau orang yang menghilangkannya disebut sebagai pihak kematian ( korban ).

Pembunuhan termasuk kejahatan terhadap nyawa orang lain. Pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan orang lain. Untuk menghilangkan nyawa orang lain itu, seseorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang mengakibatkan meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya harus dilakukan pada akibat meninggalnya orang lain tersebut.

Pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Setelah melihat rumusan pasal di atas kita dapat melihat unsur pembunuhan yang terdapat di dalamnya, sebagai berikut:

 1. Tidak-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan

 2. Tidak Subjektif (Dengan Kesengajaan)

Dengan sengaja artinya bahwa perbuatan itu harus dan kesengajaan itu timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP adalah perbuatan yang sengaja telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu. 

Sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 KUHP adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk menghilangkan nyawa orang lain yang telah direncanakan terlebih dahulu.

Menurut Ahli Sarjana Hukum yaitu Zainal, mengatakan ada 3 bentuk kesengajaan, sebagai berikut: 

 1. sengaja sebagai niat.

 2. sengaja insaf akan kepastian, dan 

 3. sengaja insaf akan kemungkinan

 4. Tidak Ada Objektif (Perbuatan Menghilangkan Nyawa)

 5. Tidak membunuh menghilangkan, tidak ada unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan

Dalam melakukan perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

(1) Adanya wujud perbuatan, 

(2) Adanya suatu kematian orang lain, 

(3) Adanya hubungan sebab akibat (kasual verband) antara perbuatan dan akibat kematian orang lain.

a. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

Ancaman hukuman terhadap suatu kejahatan pembunuhan tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Di dalam KUHP, tindak pidana pembunuhan merupakan suatu bentuk kejahatan yang serius. Hal ini dapat dilihat dari ancaman hukuman tindak pidana pembunuhan di bawah ini: 

sebuah. Pembunuhan sengaja, dalam bentuk umum atau pokok diatur dalam Pasal 338 KHUP: 

“Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. 

b. Pembunuhan berencana, diatur dalam Pasal 340 KUHP: 

“Barang siapa dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun” 

c. Pembunuhan tidak dengan sengaja. Diatur dalam Pasal 359 KUHP: 

“Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.

Setelah membaca panjang lebar tentang kajian diatas tentu masyarakat juga perlu tahu tentang kewenangan Penyelidik dan Penyidik dari pihak Kepolisian, agar mendapat pengetahuan berimbang ketika melihat sebuah prose peristiwa penegakan hukum yang sedang terjadi : 

1. Penyelidik dan Kewenangannya

Pasal 1 angka 4 KUHAP menjelaskan bahwa penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

Adapun wewenang dari penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP, yaitu :

A. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

B. Mencari keterangan dan barang bukti;

C. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

D. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab.

Kemudian, atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

A. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;

B. Pemeriksaan dan penyitaan surat;

C. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

D. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

Penyelidik mempunyai kewajiban membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakannya kepada penyidik terait dengan penangkapan, meinggalkan tempat, penggeledahan, penahanan, pemeriksaan dan penyitaan yang dilakukannya.

2. Penyidik dan kewenangannya

Pasal 1 angka 1 KUHAP menyebutkan penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikaMenerima-laporan dengan pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP.

Secara umum, Pasal 7 dan Pasal 8 KUHAP menyebutkan wewenang dari penyidik yaitu :

 A. Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

 B. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

 C. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;

 D. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

 E. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

 F. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

 G. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

 H. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

 I. Mengadakan penghentian penyidikan;

 J. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab;

 K. Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang ini;

Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut dilakukan, pertama, pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara. Kedua, dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

Kembali pada persoalan korban begal yang membela diri lalu mengkibatkan terbunuhnya si begal, kita tidak bisa menarik sebuah contoh kasus sebagai dasar hukum pembebasan, sebut saja berkaca pada contoh kasus yang menimpa Irfan Santri asal Madura yang awalnya tersangka lalu sehari kemudian berubah status menjadi saksi, sekaligus mendapat piagam penghargan dari Polres Kota Bekasi. 

Memang dalam KUHP ada Pasal tentang membela diri, seperti Pasal 49 ayat (2) KUHP mengatur tentang pembelaan diri luar biasa berbunyi:

“Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”

Tidak serta merta segala perbuatan pembelaan diri yang dilakukan dapat dijustifikasi oleh pasal ini. Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi seperti:

a. serangan dan ancaman yang melawan hak yang mendadak dan harus bersifat seketika (sedang dan masih berlangsung) yang berarti tidak ada jarak waktu yang lama, begitu orang tersebut mengerti adanya serangan, seketika itu pula dia melakukan pembelaan;

b. serangan tersebut bersifat melawan hukum, dan ditujukan kepada tubuh, kehormatan, dan harta benda baik punya sendiri atau orang lain;

c. pembelaan tersebut harus bertujuan untuk menghentikan serangan, yang dianggap perlu dan patut untuk dilakukan berdasarkan asas proporsionalitas dan subsidiaritas. Pembelaan harus seimbang dengan serangan, dan tidak ada cara lain untuk melindungi diri kecuali dengan melakukan pembelaan dimana perbuatan tersebut melawan hukum.

Pasal ini digunakan sebagai alasan pemaaf, tetapi bukan alasan yang membenarkan perbuatan melanggar hukum, melainkan seseorang yang terpaksa melakukan tindak pidana dapat dimaafkan karena terjadi pelanggaran hukum yang mendahului perbuatan itu. 

Namun ada upaya hukum yang juga bisa membatalkan status tersangka, yaitu Praperadilan. Putusan praperadilan adalah suatu pernyataan hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang dalam hal memutus perkara praperadilan dalam lembaga praperadilan, diucapkan di persidangan singkat, bertujuan untuk memeriksa dan memutus mengenai sah atau tidaknya penangkapan, sah atau tidaknya penahanan, sah atau tidaknya penyidikan, sah atau tidaknya penuntutan, serta mekanisme yang dapat ditempuh untuk meminta ganti rugi atau rehabilitasi. Pembatalan Status Tersangka adalah putusan hakim praperadilan yang menyatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap seseorang yang disangka telah melakukan suatu tindak pidana yang masih dalam taraf pendahuluan, dinyatakan tidak sah penetapannya karena tidak memiliki cukup dasar untuk diperiksa di persidangan.

Dalam penerapan hukum Pidana adalah mencari kebenaran Materil, oleh karena Pihak penegak hukum sudah sangat tahu dalam memetakan kasus perkasus, dimana ada unsur kesengajaan atau tidak. Oleh karena itu ketika terjadi kasus seperti yang terjadi di NTB seperti kutipan berita diatas, maka kita selaku masyarakat umum harus memberikan kepercayaan penuh terhadap pihak kepolisian dalam mengungkap kebenaran kasus tersebut, biarlah proses pemeriksaan terus berjalan, karena tiap jiwa seseorang mendapat perlindungan hukum di negeri ini, namun sebagai catatan, apabila terjadi hal demikian sebaiknya tersangka atau korban didampingi oleh orang yang mengerti hukum terutama Advokat atau pengacara, sehingga pemeriksaan bisa berjalan objektif, dan apabila memerlukan pendampingan hukum bisa menghubungi kantor Hukum terdekat, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Tentu kebenaran akan terungkap jelas di persidangan, namun masyarakat perlu tahu, bahwa Status Tersangka dan Terdakwa itu bukan berarti bersalah, karena  ada upaya hukum yang telah diatur oleh Undang-undang untuk bebas, para Terdakwa punya hak membela diri membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. 

*Profil Penulis : Alumni STAIN (UIN KHAS) Jember, sekarang aktif bekerja di Lembaga Bantuan Hukum Adikara Pancasila Indonesia (LBH API), juga sebagai Biro Hukum Media berita Online Nasional Zona Post Indonesia.

Layanan Konsultasi Hukum : 085258500299


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANFAAT POSITIF SEBUAH PERUSAHAAN MENGGUNAKAN JASA PENGACARA (Legal Corporate atau Corporate Lawyer)

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM SUDUT PANDANG AGAMA-AGAMA DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

ALAT BUKTI KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BERDASAR KUTIPAN BUKU LETTER C