TUNTUTAN GANTI RUGI KERUSAKAN SEWA KENDARAAN


Oleh : Ayopri Al Jufri*

Hadirnya persewaan mobil (rental) memudahkan masyarakat memiliki mobil walau waktu sesaat, bisnis seperti itu mempermudah keperluan transportasi secara umum, jika dahulu dalam kendaraan umum dimudahkan dengan adanya Calter (sistem borong kendaraan umum). Maka dengan Rental Persewaan mobil, si penumpang diberi kemudahan, baik jadi soper (Driver) sendiri atau pihak rental yang menyediakan. 

Dengan adanya kemudahan diatas, tentu ada resiko yang harus ditanggung, sebagaimana resiko perjalanan adalah terjadinya kecelakaan ringan atau berat, tidak jarang kadang menimbulkan korban jiwa, jika terjadi demikian, lalu siapa yang bertanggungjawab terhadap kendaraan yang rusak tersebut? Maka kajian hukum perlu disampaikan secara ringan kepda masyarakat agar mudah dipahami, saya mencoba mengkaji dari berbagai sumber untuk diolah sebagai pengetahuan hukum bagi masyarakat luas, berikut ; 

Pengguna Mobil (“penyewa”) dengan pemilik kendaraan (“pemberi sewa”) telah membuat perjanjian sewa-menyewa, sehingga yang terjadi merupakan suatu hubungan hukum perdata.

Yang dimaksud sebagai sewa-menyewa telah dijelaskan dalam Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yang berbunyi:

Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.

Lebih lanjut dalam Pasal 1550 KUH Perdata disebutkan kewajiban pemberi sewa:

Pihak yang menyewakan karena sifat persetujuan dan tanpa perlu adanya suatu janji, wajib untuk;

menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa;

memelihara barang itu sedemikian rupa sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud; 

memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan itu dengan tenteram selama berlangsungnya sewa.

Sementara kewajiban penyewa juga diatur dalam Pasal 1560 KUH Perdata yaitu:

Penyewa harus menepati dua kewajiban utama:

memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sesuai dengan tujuan barang itu menurut persetujuan sewa atau jika tidak ada persetujuan mengenai hal itu, sesuai dengan tujuan barang itu menurut persangkaan menyangkut keadaan;

membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sewa-menyewa merupakan suatu hubungan perdata yang dilandaskan dari sebuah persetujuan dalam jangka waktu tertentu, dengan kewajiban-kewajiban yang mengikat para pihaknya.

Tanggung Jawab Penyewa atas Kerusakan Kendaraan Sewaan

Berkaitan dengan pertanyaan Anda, kerusakan kendaraan sewa akibat kecelakaan yang melibatkan suami Anda sebagai sopir tetap menjadi tanggung jawab penyewa. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 1564 KUH Perdata, bahwa:

Penyewa bertanggung jawab atas segala kerusakan yang ditimbulkan pada barang yang disewakan selama waktu sewa, kecuali jika ia membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi di luar kesalahannya.

Karena dijamin oleh KUH Perdata, tuntutan ganti rugi tak dapat disebut sebagai perbuatan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu secara melawan hukum, demi menguntungkan diri sendiri. Namun, besaran ganti rugi memang tidak diatur secara spesifik. Dalam praktik, biasanya biaya ganti rugi yang harus dibayarkan dihitung berdasarkan kesepakatan antara para pihak. Atau apabila telah diperjanjikan sebelumnya, Anda dapat merujuk pada perjanjian tersebut. Artinya, pemberi sewa tidak serta merta begitu saja menentukan ganti rugi secara sepihak.

Selain kesepakatan ganti rugi yang ditentukan kedua belah pihak, kita perlu telaah juga aturan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”). Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerusakan kendaraan tergolong kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

Soal ganti rugi kecelakaan lalu lintas, Pasal 236 UU LLAJ menentukan sebagai berikut:

1. Pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.

2. Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.

Lepasnya Tanggung Jawab karena Force Majeur

Kewajiban ini tidak berlaku apabila kerusakan terjadi oleh sebab yang berada di luar kuasa penyewa. Dalam hal ini, Putusan Mahkamah Agung Nomor 348K/Pdt/2012 dapat dirujuk sebagai contoh. Dalam putusan tersebut (hal. 28), majelis hakim berpendapat bahwa karena terhentinya sewa-menyewa gudang antara Penggugat sebagai penyewa dan Tergugat sebagai pemilik gudang disebabkan suatu kejadian di luar kemampuan manusia (force majeur), maka kerugian yang diderita oleh Penggugat sebagai penyewa tidak dapat dibebankan kepada Tergugat. Dalam hal ini, force majeur tersebut adalah gempa bumi di Kota Padang dan sekitarnya dengan kekuatan 7,2 SR pada tanggal 30 September 2009 yang menghancurkan bangunan–bangunan/gedung, termasuk gudang yang menjadi objek sewa-menyewa.

Pertanyaannya apakah peristiwa kecekalaan kendaraan sewa dapat ditarik pada hukum pidana? Sebagai catatan bahwa, dalam hukum pidana bersifat menghukum perbuatan. Dalam penelusuran pasal pidana berikut;

Hasil penelusuran dalam KUHP Pidana tidak ditemukan dasar penerapannya, namun hukuman bagi pengendara yang lalai dalam berkendara dapat dihukum juga, seperti yang tercantuk dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”).

Pasal 310 ayat (2) berbunyi "Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000".

Dalam pasal ini jelas ada kata "kerusakan Kendaraan dan/atau barang" dan hukumannya adalah satu tahun penjara, denda paling banyak Rp 2.000.000 (Dua Juta Ripiah)

Demikian tulisan kajian singkat ini, semoga manfaat, yang paling penting dalam berkendara selalu hati-hati, tidak ugal ugalan, terlepas itu kendaraan Hasil Sewa, Meminjam atau kendaraan sendiri, intinya selamat itu lebih utama, karena keluarga tercinta menunggu dirumah. 

Dasar Hukum:

 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

 4. Putusan Mahkamah Agung Nomor 348K/Pdt/2012.

*Penulis Alumni STAIN (UIN KHAS) Jember, sekarang aktif bekerja di Lembaga Bantuan Hukum Adikara Pancasila (LBH API) dan Firma Hukum DRH & Partner. Layanan Konsultasi Hukum : 0852-58-500-299


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANFAAT POSITIF SEBUAH PERUSAHAAN MENGGUNAKAN JASA PENGACARA (Legal Corporate atau Corporate Lawyer)

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM SUDUT PANDANG AGAMA-AGAMA DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

ALAT BUKTI KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BERDASAR KUTIPAN BUKU LETTER C